Jerapah yang Kesepian
Oleh Peter Blight
Ilustrasi oleh Michael Terry
Hewan-hewan yang tinggal di hutan merupakan kawanan yang bersahabat. Semua hewan bertemu setiap pagi untuk membicarakan berita-berita yang terjadi di hutan. Semuanya mendapatkan giliran berbicara, tapi tidak satupun mendengarkan jerapah.
Jerapah terlalu tinggi. Ketika dia menurunkan kepalanya ke tanah untuk berbicara, hewan yang lain sudah tidak tertarik.
Jadi jerapah akan mengangkat lehernya dan pergi berkeliling. Dia menghabiskan waktu sepanjang hari dengan memakan daun yang paling manis di pepohonan.
Dia tidak tahu bahwa burung-burung takut dengan kepalanya yang besar yang tiba-tiba muncul di puncak pohon. Atau hewan-hewan kecil di tanah yang berlarian karena mereka takut terinjak.
Tak berapa lama, jerapah yang kesepian tidak lagi berusaha bicara dengan siapapun. Ini terjadi selama musim panas yang kering dan panjang.
Kemudian musim hujan tiba. Hujan turun berhari-hari. Hewan-hewan meringkuk bersama di bawah semak-semak. Lalu macan tutul mendengar suara gemuruh dari kejauhan. Tapi tidak ada yang tahu itu apa.
Jerapah melihat dari atas kepala hewan-hewan yang di tanah. Mata besarnya terbelalak dan dia pelan-pelan membungkuk agar hewan-hewan yang sedang cemas dapat mendengarnya.
“Sungai meluap,” kata jerapah. “Air mengalir deras ke lembah dan akan segera sampai di sini.”
“Apa yang dapat kita lakukan?” tanya rusa. “Sudah terlambat untuk lari.”
“Panjat ke sini,” panggil monyet dari puncak pohon. “Sungai tidak akan mencapai dahan yang tinggi.”
Hewan-hewan berlomba naik ke pohon. Tapi beberapa tidak bisa memanjat karena batang pohon yang licin. Kuku dan ekor mereka tidak cocok untuk memanjat.
Lalu jerapah mendapatkan ide. Dia menekuk lututnya dan berbicara dengan hewan-hewan. “Naik ke punggungku. Airnya sudah hampir sampai.”
Luapan air sungai itu semakin mendekat ke arah mereka. Monyet loncat ke leher jerapah dan memanggil hewan lainnya. Babi hutan yang berbulu memanjat dengan hati-hati. Satu persatu hewan saling bantu agar aman.
Jerapah meluruskan lututnya ketika air membanjiri hutan. Dia merenggangkan lehernya dan beberapa hewan buru-buru memanjat ke dahan. Air mengalir deras di sekitar kaki jerapah yang kuat dan memercik ke hewan-hewan yang berada di pohon.
Banjirpun cepat berlalu. Air pelan-pelan surut ke tanah dan matahari muncul dari balik awan. Jerapah menjulurkan kepalanya ke dahan yang tinggi dan hewan-hewan meluncur turun dari punggungnya ke tanah.
Sejak saat itu, jerapah tidak lagi kesepian.
Diterjemahkan oleh Arum Apriliyana