Macy dan Si Ayam Betina Merah
Oleh Prue Anderson
Macy membuka kunci kandang ayam. Dia membuka kandang dan tersenyum ketika sekumpulan ayam betina berlarian ke halamannya. Sambil mengibas-ibaskan bulu dan berkotek, ayam-ayam itu mulai memakan remah-remah yang disebar oleh Macy. Seperti biasanya, si ayam betina merah mendominasi, mengambil remah-remah yang terbaik, menyerang ayam lain yang berani menghalanginya, mengepakkan sayapnya, dan menakuti mereka dengan berbagai cara.
“Mengapa ayam-ayam betina yang lain membiarkan si ayam betina merah memerintah mereka seperti itu?” Macy bertanya ke ibunya.
“Ayam-ayam betina mempunyai urutan kepemimpinan,” jelas ibunya. “Ayam yang paling berani dan yang paling kuat menjadi pemimpin. Dia dapat menyerang ayam-ayam betina yang lain, tetapi ayam-ayam yang lain tidak akan menyerang dia. Ayam setingkat di bawahnya dapat menyerang ayam-ayam lain selain sang pemimpin ayam, dan begitu seterusnya, jadi kamu merasa kasihan dengan ayam yang ada di tingkat paling bawah. Ayam-ayam betina itu seperti pemimpin yang suka memerintah.”
Tetapi Macy mempunyai pandangan lain. Setiap malam dia harus memasukkan ayam ke dalam kandang dan mengunci kandangnya agar serigala dan burung hantu tidak memangsa mereka. Itu tugas Macy. Setiap orang di keluarga Macy mempunyai tugas masing-masing. Ketika hari mulai gelap, seluruh ayam betina sangat senang kembali ke kandang mereka, kecuali si ayam betina merah. Dia berpura-pura berjalan ke arah pintu kandang, tetapi di menit terakhir dia tiba-tiba berlari ke arah lain dan menunggu Macy mengejarnya.
Trik lain oleh si ayam betina merah adalah dengan duduk di tengah-tengah halaman. Ketika Macy sudah cukup dekat dan bersiap menangkapnya, si ayam betina merah segera mengepakkan sayapnya sekencang-kencangnya sehingga dia tidak tertangkap oleh Macy, lalu dia lari lagi. Akhirnya, setelah si ayam betina merah merah merasa bahwa Macy telah cukup berusaha untuk menangkapnya, dia berjalan dengan santai ke kandang. Mata kecilnya memancarkan kemenangan saat Macy menutup pintu kandang dengan keras.
Macy telah mencoba memancing si ayam betina merah dengan menaruh makanan kesukaan si ayam di kandangnya di waktu malam, tetapi si ayam tidak terpancing. Macy juga telah mencoba untuk memukul-mukul tutup panci untuk menakuti si ayam betina merah, tapi dia malah sangat menakuti ayam-ayam yang lain sehingga mereka tidak bertelur selama dua hari.
Macy menemui ayahnya. “Saya harus memberi pelajaran si ayam betina merah itu”, katanya. “Saya akan membiarkan dia di luar semalaman agar dia bertarung dengan para serigala dan burung hantu. Cara itu akan menjadi pelajaran untuknya agar kembali ke kandang saat saya menyuruhnya.”
“Macy,” kata ayahnya sambil melihatnya. “seekor ayam betina tidak bisa bertarung melawan seekor burung hantu atau serigala, dan kita membutuhkan ayam-ayam kita. Kita membutuhkan telur ayam-ayam itu.”
Ayah Macy tersenyum. “Selain itu, cara itu tidak akan menyelesaikan masalahmu karena ayam di tingkat kepemimpinan di bawah si ayam betina merah akan mengambil alih posisinya.” Lalu ayah Macy kembali bekerja.
Macy menghentak-hentakan kakinya berjalan ke dapur. “Bu, saya tidak suka tugas saya. Saya mau tugas yang lain”
“Baiklah, itu mudah,” kata ibunya. “Kamu boleh memasak.” Macy melihat di atas meja ada tumpukan besar bahan makanan yang harus dicuci dan dimasak untuk seluruh anggota keluarga.
“Kamu boleh mencuci piring.” Macy melihat tumpukan panci dan wajan kotor sejak semalam yang masih di tempat cuci piring.
“Kamu boleh menjaga adik bayi.” Macy melihat adik perempuannya melumurkan pisang ke wajah, rambut, dan pakaiannya sendiri dengan gembira.
Macy beranjak pergi menuju ke pintu dapur. “Saya akan menikmati melakukan tugasmu,” kata ibunya kepada Macy.
Malam itu ketika Macy sedang mengejar si ayam betina merah berkeliling halaman, dia melihat seekor burung hantu meluncur di sisi lain pagar.
Burung hantu itu menyusuri rerumputan dengan sayap putihnya yang besar, mencengkeram seekor tikus dengan cakar-cakarnya. Lalu dia terbang kembali ke kegelapan. Kejadian ini memberi Macy sebuah ide. Hari berikutnya, Macy membuat dua sayap raksasa dengan tali dan kain putih dan memasangnya di sebuah galah. Dia menjelaskan rencananya itu kepada kakaknya, Sam.
Malam itu, ketika Macy sedang mengejar si ayam betina merah seperti biasanya, Sam melangkah dengan pelan-pelan ke halaman dengan membawa galah yang dibuat Macy. Dia menyambarkan sayap-sayap buatan itu ke arah si ayam betina merah. Si ayam betina merah mengembangkan bulu-bulunya, berkotek seperti sedang marah, dan mengepakkan sayap-sayapnya bersiap untuk menghadapi penyerang. Namun, sayap-sayap putih buatan Macy tetap mendekat. Kotek ayam betina merah itu mereda. Si ayam betina merah merunduk di tanah, tetapi paruhnya bersiap segera menyerang ketika ada kesempatan. Tiba-tiba Macy muncul.
Macy meneriaki sayap-sayap putih buatannya. Dia memukul sayap-sayap itu dengan tangannya dan mendorongnya. Kakaknya mengangkat sayap-sayap itu ke atas dan ke bawah. Saat sayap-sayap itu bergerak ke bawah, Macy menyerang dan bertarung lagi. Si ayam betina merah menyaksikan semua kejadian itu dengan mata kecilnya karena dia mendekam di sekitar kaki Macy. Akhirnya, sayap-sayap yang menakutkan itu menyerah dan terbang pergi.
Macy membungkuk dan mengulurkan kedua tangannya. Si ayam betina merah segera lari ke arahnya dan pelan-pelan menaruh paruhnya di tangan Macy. Macy dapat merasakan debar jantung di dada si ayam betina merah yang berbulu lebat saat Macy membawanya ke kandang. Macy memeluk si ayam sampai si ayam tenang dan kemudian menaruh si ayam betina merah ke dalam kandang. Macy tersenyum kepada Sam.
“Sekarang kamu menjadi pimpinan tertinggi ayam-ayam itu,” ujar Sam sambil tertawa.
Diterjemahkan oleh Simon Arsa Manggala