Mutiara
Oleh Mary Joslin
Ilustrasi oleh Meile So
Anak-anak itu biasa bermain bersama di pinggir laut. Kaya atau miskin, mereka bermain permainan yang sama.
Pada suatu hari, mereka pergi menyelam ke tempat yang lebih dalam.
“Lihat!” teriak seorang anak laki-laki. “Lihat apa yang kutemukan!”
“Ini sebuah mutiara,” kata anak yang lain. “Ini indah.”
Anak-anak itu lalu berkumpul membuat lingkaran untuk melihat mutiara itu. Mereka sangat ingin menyentuhnya karena mereka melihat betapa sempurna dan berkilaunya mutiara itu. Namun, siapa yang berani menanyakan hal ini ...
“Bolehkah saya memilikinya? Mutiara ini sangat indah.” Ada seorang anak yang pertama kali mengutarakannya.
“Ini milik Josh. Dia yang menemukannya,” kata salah seorang anak perempuan.
“Kamu boleh memilikinya, Reuben,” kata Josh, “karena kamu benar-benar menyukainya.”
Sejak hari itu, anak-anak jarang melihat Reuben. Ketika anak-anak lain bermain di luar, Reuben tinggal di dalam, membaca tentang mutiara. Dia belajar cara mutiara tumbuh di dalam kerang, sejenis hewan bercangkang yang tinggal di laut.
Ketika keluarganya bertanya hadiah yang dia inginkan kepadanya, dia selalu meminta mutiara. “Saya akan menjadi penjual mutiara saat besar nanti,” katanya.
Akhirnya tercapai keinginannya. Dia pergi meninggalkan kota di pinggir laut tempat ia tinggal dan berpamitan dengan teman-teman masa kecilnya.
Dia pergi ke sebuah kota besar, tempat mutiara-mutiara diperjualbelikan.
Dia menjual beberapa mutiara kecilnya untuk membeli mutiara yang lebih besar dan lebih bagus.
Dia pergi ke pantai, tempat para nelayan membongkar jaringnya, dan dia mencari kerang untuk mendapatkan mutiara-mutiara baru. Kemudian, dia menemukan sebuah mutiara yang bulat dan bagus.
Reuben berkelana ke daratan-daratan tempat nelayan mutiara menyelam di laut untuk menemukan mutiara-mutiara terbaik – beberapa berwarna perak pucat, beberapa yang lain berwarna merah muda seperti bunga mawar.
Akhirnya Reuben menjadi orang kaya. Pedagang yang lain bersedia menemui Reuben dimana pun untuk berdagang mutiara dengannya.
Walaupun Rueben kaya, dia tidak bahagia. Dia selalu memikirkan kampung halamannya di pinggir laut tempat dia bermain saat kecil. Dia memikirkan Josh, dan betapa dermawannya temannya itu karena telah memberi Reuben mutiara pertamanya.
Dia kembali ke tempat dia dibesarkan.
“Reuben!” ada suara memanggil. “Senang sekali bisa melihatmu.” Itu suara Josh, yang sedang bermain dengan anak-anaknya di laut.
Josh dan Reuben bercakap-cakap selama berjam-jam, seolah-olah Reuben tidak pernah meninggalkan kampung halamannya.
“Saya sudah puas tinggal di kota dan berdagang,” kata Reuben. “Saya sungguh ingin kembali ke sini dan hidup tenang di sini. Dan saya ingin memberimu sesuatu untuk membalas kebaikanmu bertahun-tahun lalu. Apa yang kamu inginkan? Sebuah rumah baru? Kapal yang besar dan bagus?”
“Terima kasih,” kata Josh. “Tapi saya mencintai kehidupan sederhana saya dan tidak memerlukan sebuah rumah atau kapal baru. Saya pikir, hal terbaik yang bisa kita lakukan dengan uang kita adalah dengan membaginya ke banyak orang. Lalu kita tinggal menikmati hidup kita.”
Reuben terkesima oleh Josh yang tidak menginginkan apa pun untuk dirinya. Kemudian dia teringat bahwa kekayaan tidak membuatnya bahagia, dan dia tersenyum.
“Itulah yang akan kita lakukan,” katanya.
Diterjemahkan oleh Simon Arsa Manggala