Pendahuluan

Kuis

Referensi

 

Uraian

 

 

Setelah mengalami proses perkembangan, peradaban prasejarah Indonesia memasuki zaman perundagian. Zaman ini ditandai dengan timbulnya kepandaian mengolah bijih besi atau timah menjadi alat-alat untuk keperluan sehari-hari. Misalnya alat-alat pertanian, berburu, alat rumah tangga dan alat-alat upacara keagamaan. Tradisi perundagian yang ditandai dengan kemampuan menempa logam ini berkembang sampai sekarang. Hal tersebut merupakan salah satu corak peradaban prasejarah Indonesia.

Untuk mengetahui apa saja yang dihasilkan masyarakat pra sejarah, ayo kita bahas satu persatu.

1.     Hasil Teknologi

a. Alat Transportasi

Corak lain dari peradaban masyarakat pra sejarah Indonesia adalah kemampuan untuk mengarungi lautan. Bangsa Austronesia yang datang dari daratan Asia kemudian menjadi nenek moyang bangsa Indonesia, memiliki kemampuan yang tinggi dalam berlayar menempuh lautan luas. Mereka menggunakan perahu bercadik untuk berlayar dari satu tempat ke tempat yang lain. Tentu saja pelayaran mereka juga bersifat evolusioner. Perjalanan dari pantai-pantai selatan Asia dilakukan dalam jangka waktu yang lama sehingga untuk mencapai daratan Indonesia diperlukan beberapa ribu tahun yang ditempuh oleh beberapa generasi.

Ket.Gambar : Perahu Bercadik 

 

 

Melalui proses perkembangan alamiah, akhirnya keterampilan berlayar menjadi salah satu ciri peradaban yang dimiliki sampai kemudian keterampilan ini menjadi tradisi yang turun-temurun. Sejak awal abad masehi dan menjelang akhir zaman pra sejarah, lalu lintas antar daratan Asia dan Kepulauan Indonesia menjadi ramai. Bangsa-bangsa tersebut ada yang menetap dan bercampur dengan penduduk setempat dan ada pula yang menyebar antara lain kei Samudra Hindia dan Pasifik. Tradisi yang berlangsung sejak 2000 SM menjadi salah satu corak budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, yaitu sebagai bangsa pelaut.

b. Astronomi

Untuk menentukan arah pelayaran, mereka menggunakan pengetahuan perbintangan. Mereka belum mengenal kompas. Satu-satunya petunjuk arah yang memundahkan mereka berlayar, yaitu pengetahuan tentang arah angin dan posisi bintang. Dengan demikian, pengetahuan astronomi harus benar-benar dimiliki agar mereka bisa berlayar sesuai dengan arah yang dituju. Diperkirakan bahwa orang-orang di Indonesia sejak zaman pra sejarah telah memiliki pengetahuan astronomi terutama untuk hal-hal yang praktis dalam pelayaran. Pengetahuan ini juga penting dalam memperkirakan musim untuk menetukan waktu terbaik menanam padi di sawah.

2.   Kehidupan Sosial Ekonomi

a. Tatanan Kehidupan

Berdasarkan temuan arkeologis, masyarakat pra sejarah Indonesia telah mengenal perdagangan. Mereka melakukan tukar-menukar (barter) barang, seperti hasil logam dan kerajinan dari batu. Beberapa hasil kerajinan seperti kapak persegi ditemukan di tempat yang tidak memiliki sumber batu. Begitu juga dengan barang-barang yang terbuat dari logam, banyak ditemukan di daerah yang tidak memiliki sumber logam.

Ket.Gambar : Ilustrasi Sistem Barter

 

b. Mata Pencaharian

Diluar golongan suku-suku bangsa yang tidak menjadi pelaut, terdapat golongan suku bangsa yang menjadi petani. Mereka memilih lahan yang subur untuk menopang hidup mereka. Melalui percampuran budaya antarkelompok suku bangsa, terciptalah pengetahuan cara mengolah tanah, cara membuat alat-alat pertanian dari batu, dan disusul dengan alat-alat dari perunggu dan besi serta pengetahuan tentang musim. Kepandaian bersawah ini kemudian menjadi salah satu corak peradaban Pra sejarah Indonesia yang diwariskan sampai sekarang.

Dalam membuka hutan belukar untuk ladang-ladang dan sawah-sawah, kerja sama antaranggota kelompok sangat diperlukan. Pada masyarakat Pra sejarah, konsep hak milik belum dikenal, yang ada adalah konsep milik bersama. Jadi, ladang yang dikerjakan bersama-sama merupakan milik semua orang yang mengerjakannya. Sejak saat itulah, dikenal konsep gotong royong untuk saling membantu di antara mereka. Dengan demikian, tidak ada yang kaya dan tidak ada yang miskin, semua berada dalam status yang sama. Tradisi gotong royong tersebut terus bertahan sampai sekarang.

c. Sistem Sosial

Dalam masyarakat yang hidup secara komunal, juga telah dikenal pembagian kerja yang teratur. Pembagian kerja tersebut harus dibuat dengan tata cara tertentu. Untuk itu, diperlukan orang yang mampu memimpin. Tugas pemimpin adalah mengawasi aturan, norma, dan tradisi yang telah dianut bersama. Pelanggaran terhadap tradisi yang telah dianut bersama dikenakan sanksi.

Oleh karena itu, semua anggota masyarakat berusaha menghindari melanggar norma serta tradisi. Hidup rukun dan saling menghormati diantara anggota masyarakat merupakan salah satu corak kehidupan masyarakat Pra sejarah.

d.       Hasil Kebudayaan

Berdasarkan temuan-temuan pecahan keramik atau tembikar, diduga masyarakat Pra sejarah Indonesia telah memiliki kepandaian dalam menenun dan membuat pakaian. Dr.J.J.Brandes, salah seorang ahli purbakala, menyebutkan bahwa masyarakat Pra sejarah Indonesia telah memiliki kepandaian dalam membatik, kepandaian membuat organisai  sosial yang baik, kepandaian mengatur tata letak daerah berdasarkan sistem macapat, mengembangkan kesenian wayang, membuat gamelan, dan kepandaian membuat barang-barang dari logam dengan teknik a cire perdue.

3.       Sistem Kepercayaan

Saat menghadapi gejala alam, seperti hujan deras yang menimbulkan banjir, kemarau yang menyebabkan kekeringan dan panen gagal, berbagai penyakit menimpa manusia pra sejarah serta timbulnya kematian, masyarakat pra sejarah sering kali tidak mengerti dan tidak bisa menjelaskannya.

Secara naluriah mereka dapat mengerti bahwa kekurangan makanan dapat menyebabkan kelaparan, akan tetapi tidak dapat menjelaskan mengapa makanan berkurang. Manusia prasejarah pun mengerti rasa sakit dapat menyebabkan kematian, akan tetapi tidak tahu mengapa timbul penyakit dan rasa sakit.

Untuk menjawab dan untuk mengurangi ketidakmengertian mengenai fenomena alam, mereka mengembangkan suatu penjelasan menurut kemampuan daya pikirnya. Nah dari usaha tersebut lahirlah animisme dan dinamisme.

 

Manusia pra sejarah yakin bahwa ada ruh yang melekat pada setiap benda-benda alam, misalnya batu-batu besar, pohon, danau, bulan dan matahari. Bahkan ruh itu juga bisa mempengaruhi jiwa manusia baik dan buruk. Agar ruh tersebut tidak menyebabkan kerugian bagi manusia, maka diberilah berbagai macam makanan atau sesajen dalam upacara ritual dengan harapan ruh tersebut tidak menggangu manusia.

Manusia pra sejarah berharap agar tanah tetap subur dan panen melimpah, yang sakit bisa sembuh kembali, serta seluruh penduduk bisa tentram. Keyakinan bahwa ruh dapat berwujud dalam bentuk benda benda disebut dinamisme. Namun demikian, konsep animisme dan dinamisme pada dasarnya sama, yaitu adanya kepercayaan terhadap ruh.

Berdasarkan temuan-temuan arkeologis, diketahui bahwa peradaban Megalithikum lebih banyak berkaitan dengan tradisi pemujaan terhadap ruh dan arwah nenek moyang. Bangunan-bangunan seperti menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu adalah bentuk fisik dari kepercayaan animisme dan dinamisme pada zaman pra sejarah. Kepercayaan terhadap animisme berlangsung terus berkembang dalam kurun waktu yang panjang. Sampai sekarang, beberapa suku bangsa di Indonesia masih mempercayai kepercayaan tersebut walaupun dalam bentuk yang berbeda. Upacara ritual tersebut biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki keahlian menghubungkan dunia nyata dan ruh.

Ket.Gambar : Dolmen sebagai bukti fisik kepercayaan Animisme dan Dinamisme