Pendahuluan

Kuis

Referensi

 

Uraian

 

Kerajaan-kerajaan yang bercorak agama Hindu di Pulau Jawa antara lain Kerajaan Tarumanegara, Mataram Kuno, Kediri, Singasari, dan Majapahit.

Berikut akan dijabarkan mengenai Kerajaan Mataram Kuno bercorak Hindu.

A. Kerajaan Mataram Kuno Bercorak Hindu di Jawa Tengah

1. Sejarah dan Masa Kejayaan

Kerajaan Mataram Kuno pada awalnya didirikan oleh Dinasti Sanjaya. Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), yang terletak di puncak Gunung Wukir, diketahui bahwa raja pertama dari Dinasti Sanjaya adalah Sanjaya yang memerintah di ibu kota bernama Medang. Ia memiliki dua orang putera, Rarkyan Panaraban (Tamperan) yang beragama Hindudan Rakai Panangkaran yang beragama Buddha.


Silsilah Raja Mataram Kuno

 

Sepeninggal Panangkaran, kerajaan Mataram Kuno pun seolah terbelah dua, bagian utara bercorak Hindu, dan bagian selatan bercorak Buddha (dibuktikan dengan adanya sebaran candi Hindu maupun Buddha di Jawa Tengah)

Prasasti Kedu (Prasasti Mantyasih) berangka tahun 907 M mencantumkan silsilah raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti Kedu dibuat pada masa Raja Rakai Dyah Balitung. Adapun silsilah raja-raja yang pernah memerintah di Mataram Kuno yaitu sebagai berikut :

1.   Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya

2.   Sri Maharaja Rakai Panangkaran

3.   Sri Maharaja Rakai Panunggalan

4.   Sri Maharaja Rakai Warak

5.   Sri Maharaja Rakai Garung

6.   Sri Maharaja Rakai Pikatan

7.   Sri Maharaja Rakai Kayuwangi

8.   Sri Maharaja Rakai Watuhumalang

9.   Sri Maharaja Rakai Dyah Balitung.

Menurut prasasti Kedu dapat diketahui bahwa Raja Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran. Kemudian, dinasti Syailendra yang menganut agama Buddha mengembangkan Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu mengembangkan Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah bagian Utara.

 

Peta Persebaran Candi Mataram Kuno

 

Walaupun antara Wangsa Syailendra dengan Wangsa Sanjaya terjadi persaingan,namun kedua wangsa tersebut sempat menjalin hubungan baik. Pada abad ke-9 terjadi perkawinan antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Perkawinan ini mendapat tentangan dari Balaputeradewa, adik tiri Pramodawardhani. Setelah bertikai dengan Rakai Pikatan dan kalah, Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke Sriwijaya, dan menjadi raja di sana, karena Balaputeradewa mempunyai darah Sriwijaya dari ibunya, Dewi Tara, yang merupakan keturunan Sriwijaya. Sedangkan Rakai Pikatan yang berhasil menyingkirkan Balaputradewa kemudian mendirikan Candi Roro Jonggrang (Prambanan)yang bercorak Hindu Siwa. Beberapa Prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko (856), menunjukkan telah terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan dengan Balaputradewa.

Setelah Balaputradewa dikalahkan, wilayah Kerajaan Mataram Kuno menjadi semakin luas ke arah selatan (sekarang Yogyakarta). Daerah ini dahulunya adalah wilayah Dinasti Syailendra. Rakai Pikatan mengusahakan agar rakyat dinasti Sanjaya dan Syailndra dapat hidup rukun. Pada masa ini, dibangun kuil pemujaan berbentuk candi, Seperti Candi Prambanan. Menurut Prasasti Siwagraha (856 M), Rakai Pikatan dan raja-raja Mataram Kuno berikutnya masih tetap menganut agama Hindu Siwa.

Berdasarkan Prasasti Balitung (907 M), setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga merangkap pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih yang dipimpin oleh seorang mahapatih ini sangat penting peranannya. Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang. Raja Mataram Kuno yang diketahui kemudian adalah Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu adalah Raja Mataram Kuno yang sangat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan.

Dimasa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya. Rakryan I Halu dan Rakryan I Sirikan. Struktur tiga pejabat itu menjadi warisan yang terus digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya, seperti Kerajaan Singasari dan Majapahit.

Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti Balitung (907 M). Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Balitung wafat pada tahun 910, Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur. Sri Maharaja Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan I Hino, tidak lama memerintah Kerajaan Mataram Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja Tulodhong juga mengalami nasib serupa.

Dibawah pimpinan Sri Maharaja Rakai Wawa. Kerajaan Mataram Kuno dilanda kekacauan dari dalam, yang membuat kacau ibu kota. Sementara itu, kekuatan ekonomi dan politik Kerajaan Sriwijaya makin mendesak kedudukan Mataram di Jawa. Pada masa itu, wilayah kerajaan Mataram Kuno bercorak Hindu juga dilanda oleh bencana letusan Gunung Merapi yang sangat membahayakan ibu kota kerajaan. Seluruh masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh Rakai Wawa. Ia wafat secara mendadak. Kedudukannya kemudian digantikan oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi Rakryan I Hino. 

 

Peta Wilayah Kerajaan Mataram di Jawa Tengah dan Jawa Timur

 

Setelah Sindok menjadi raja (929), pusat pemerintahan Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke JawaTimur. Mpu Sindok kemudian mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana. 

Para ahli bilang:

Alasan pemindahan pusat kerajaan Mataram Kuno ialah :

  1. Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi serangan-serangan dari Sriwijaya ke Kerajaan Mataram Kuno.
  2. Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda pralaya atau kehancuran dunia.

 

2. Kehidupan ekonomi

Letak kerajaan Mataram Kuno yang terletak di pedalaman menyebabkan transportasi dari pesisir ke pedalaman sulit untuk dilakukan karena keadaan sungainya yang dangkal. Dengan demikian, perekonomian rakyat lebih banyak mengandalkan sektor agraris daripada perdagangan, apalagi perdagangan internasional. Dengan keadaan tersebut, wajar bila Raja Kayuwangi berusaha untuk memajukan sektor pertanian, sebab dengan sektor inilah, perekonomian rakyat dapat dikembangkan. Berdasarkan prasasti Purworejo (900 M) disebutkan bahwa Raja Belitung memerintahkan pendirian pusat-pusat perdagangan. Pendirian pusat-pusat perdagangan tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat, baik di sektor pertanian dan perdagangan. Selain itu, dimaksudkan agar dapat menarik para pedagang dari daerah lain untuk mau berdagang di Mataram.

Prasasti Wonogiri (903 M) menceritakan tentang dibebaskannya desa-desa di daerah pinggiran sungai Bengawan Solo dari pembayaran pajak apabila penduduk setempat mampu menjamin kelancaran lalu lintas di sungai tersebut. Terjaminnya sarana pengangkutan atau transportasi merupakan kunci untuk mengembangkan perekonomian.