![]() |
![]() |
Prasasti Peninggalan Kerajaan Kutai
Uraian
Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan letak kerajaan Kutai berada di Kalimantan Timur, di hulu sungai Mahakam. Wilayah kerajaan Kutai berada dekat dengan jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui selat Makasar yaitu dari Asia Selatan menuju Asia Timur serta memanfaatkan sungai Mahakam untuk persinggahan dan pelayaran para pedagang. Para pedagang yang singgah di Kutai ini memanfaatkanya untuk menambah perbekalan air, makanan, serta keperluan pelayaran selanjutnya. Dalam persinggahan mereka menjalin hubungan dengan penduduk sekitar untuk saling mengenal dan mengakrabkan diri sehingga mulailah mereka saling mengenal kebudayaan masing-masing. Para Brahmana yang datang ke Kutai menyebarkan agama Hindu. Penduduk pribumi dalam perkembangan selanjutnya pergi memperdalam agama Hindu ke India. Sekembali dari India mereka memperkenalkan sistem pemerintahan kerajaan yang bercorak Hindu.
Penggunaan nama kerajaan Kutai merujuk pada tempat atau daerah di Kalimantan Timur tempat ditemukannya bukti-bukti peninggalan kerajaan tersebut. Kenyataanya tidak ada dari prasasti-prasasti yang ditemukan menyebutkan nama kerajaan tersebut melainkan kesepakatan para ahli untuk menyebut daerah Kutai sebagai sebutan terhadap kerajaan yaitu kerajaan Kutai yang bercorak Hindu.
Pada tahun 1879 di bukit Berubus, Muara Kaman Kalimantan Timur ditemukan tujuh prasasti yang dipahatkan pada tiang batu atau yang dikenal dengan sebutan yupa sesuai nama yang disebutkan pada prasastinya sendiri. Sampai saat ini yupa yang ditemukan berjumlah tujuh buah. Diperkirakan kerajaan ini berdiri awal abad ke 5 M, hal ini dibuktikan dengan bentuk yang tulisan pada yupa yaitu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Perkiraan tahun tersebut diperoleh berdasarkan perbandingan huruf yang sama dan seusia yang ditemukan di India.
Gambar : Yupa
Berdasarkan isi dari yupa dapat diketahui bahwa raja pertama kerajan Kutai adalah Kudungga. Ia mempunyai putra bernama Aswawarman dan Ia mempunyai tiga putra, yang terkenal adalah Mulawarman. Dari yupa-yupa yang ditemukan hanya menceritakan tiga generasi dalam kerajaan Kutai yaitu :
Nama Kudungga jelas bukan nama Hindu, namun merupakan nama asli orang Nusantara (suku Dayak). Diduga ia merupakan kepala adat yang sangat berpengaruh. Setelah Hindu masuk merubah struktur pemerintahan dari kepala adat menjadi seorang raja.
Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu berawal dari pemerintahan Aswawarman yang merupakan putra Kudungga yang disebut sebagai vamsekerta (pembentuk keluarga) yang berarti raja pertama membentuk keluarga yang sudah berbudaya India. Nama Aswawarman merupakan nama yang berasal dari bahasa sansekerta. Ini membuktikan bahwa pada masa pemerintahannya sudah mengenal agama Hindu. Penobatan Aswawarman dilakukan dengan cara Hindu yaitu dengan cara vyatyastoma yaitu pengangkatan seseorang menjadi kasta yang tinggi misalnya menjadi bangsawan atau raja. Pada masa pemerintahannya ia memperluas wilayahnya dengan mengadakan upacara aswawedha (melepas kuda-kuda diikuti prajurit sampai dimana telapak kaki kuda tersebut maka disitulah batas kerajaan). Aswawarman mempunyai tiga orang putra, yang terkenal adalah Mulawarman yang kelak menggantikannya menjadi raja.
Mulawarman menjadi raja besar dan terkenal karena baik budi, bijaksana, adil, kuat dan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya sehingga rakyat makmur dan aman. Beberapa yupa menceritakan tentang raja Mulawaraman, diantaranya berisi:
Kemajuan kerajaan Kutai juga bisa dilihat dari adanya golongan terdidik yaitu masyarakat yang telah menguasai huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dalam Yupa tidak disebutkan keadaan kehidupan masyarakat Kutai. Diketahui bahwa Aswawarman adalah pembentuk keluarga (dinasti/wangsa) dan mulailah corak hindu dari masyarakatnya terlihat.
Walaupun tidak ada keterangan tentang kehidupan masayarakat Kutai namun bisa diduga bahwa mayarakat Kutai dipengaruhi oleh kebudayaan India dan agama Hindu.
Jika dilihat dari letak kerajaan Kutai yang berada dialiran sungai Mahakam diperkirakan kehidupan penduduknya bergantung pada sungai tersebut yaitu berniaga dengan memanfaatkan sungai sebagai sarana pengairan dan transportasi. Dalam salah satu Yupa berisikan pengorbanan sapi yang begitu banyak untuk para barhmana sehingga kemungkinan peternakan sudah dikenal oleh masyarakat Kutai atau mendatangkan dari luar yang berarti sudah melakukan hubungan perdagangan dengan bangsa asing Dengan pengorbanan sapi 20.000 ekor kemungkinan jumlah yang besar itu menunjukan betapa makmur kerajaan Kutai ketika itu. Demikian pula dengan korban emas yang banyak dilakukan raja Mulawarman berarti jika emas itu diperoleh dari dalam negeri kemungkinan masyarakat Kutai sudah mengenal penambangan emas dan pengolahannya, sedangkan jika diperoleh dari luar menandakan bahwa msayarakat Kutai sudah mengenal perdagangan dari daerah lain.