Latihan

 

Bacalah cerita berikut!

PUTI KESUMBA

Tersebutlah sepasang suami istri yang sudah lama menikah. Akan tetapi, mereka belum dikaruniai seorang anak pun.
Pada suatu malam mereka bermimpi didatangi seorang kakek. Kakek itu berkata, “Jika kalian ingin mempunyai anak, carilah rebung yang dililit ular sawah. Rebus dan makanlah rebung itu.”
Keesokan harinya, sang suami mencari rebung yang dililit ular sawah. Ia pun menemukan rebung itu. Kemudian, ia menceritakan mimpinya semalam kepada ular sawah itu.
Akhirnya, ular sawah berkata, “Baiklah, akan kuberikan rebung ini. Akan tetapi, Tuan harus berjanji. Jika anak Tuan anak laki-laki, ia menjadi milik Tuan. Tetapi, jika anak Tuan perempuan, ia menjadi milikku. Serahkan anak itu kepadaku.”
Syarat itu disetujui sang suami. Rebung dibawa pulang, dimasak dan dimakan. Beberapa hari kemudian, perut sang istri mulai membesar. Sang istri benar-benar hamil. Setelah genap Sembilan bulan sepuluh hari, sang istri pun melahirkan. Akan tetapi mereka sangat sedih karena anak yang lahir ternyata seorang anak perempuan. Anak itu diberi nama Puti Kesumba.
Puti Kesumba tumbuh semakin besar. Ketika itu ia berumur tujuh tahun, tiba saatnya untuk diserahkan kepada ular sawah. Akan tetapi, rasa sayang suami istri itu tidak dapat dikatakan lagi. Betapa berat hati seorang ayah dan ibu menyerahkan anak mereka kepada ular. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak menepati janji. Puti Kesumba pun dilarang bermain di luar rumah. Semua keperluan Puti Kesumba mereka sediakan dan dilakukan di dalam rumah.
Pada suatu hari, san suami hendak pergi berlayar selama tiga bulan. Sang suami berpesan kepada sang istri agar menjaga Puti Kesumba baik-baik.

Sepeninggalan sang suami, sang istri membawa Puti Kesumba mandi di sungai. Ketika sedang asyik bermain, Puti Kesumba ditangkap ular sawah. Ia berteriak, “Tolong, Bu! Tolong…!”
Ibunya terkejut. Ia menyesal dan meratap sejadi-jadinya. Akan tetapi apa hendak dikata, kelengahannya membuat ia berpisah dengan anak kesayangannya.
Ular sawah itu membawa Puti Kesumba ke tebing yang menjorok ke tengah sungai. Tidak seorang pun dapat menjangkaunya.
Pada suatu hari, bertanyalah ular sawah kepada Puti Kesumba, “Sudah berapa besarkah hatimu, Puti?”   ”Masih kecil, baru sebesar pinang,” jawab Puti.
Tebing tempat Puti Kesumba berada itu selalu dilewati orang yang pulang berlayar. Puti Kesumba selalu bertanya kepada mereka, “Hai Bapak yang baru pulang berlayar, apakah Bapak bertemu dengan ayah saya?”
    ”Ya. Ayahmu masih jauh,” jawab bapak itu.
    Seminggu kemudian, ular sawah bertanya lagi kepada Puti Kesumba, “Sudah berapa besar hatimu?”
    “Baru sebesar mangga,” jawab Puti Kesumba.
Begitulah berturut-turut, dari sebesar manga menjadi sebesar bola, kemudian sebesar kelapa. Ketika bulan ketiga hamper habis, bertanyalah ular sawah, “Sudah seberapa besarkah hatimu, Puti?” “Sudah sebesar nyiru,” jawab Puti Kesumba.
Setelah mendengar hal itu. Ular sawah pergi memanggil teman-temannya. Dia mengundang sepuluh ekor ular sawah. Mereka akan makan besar nanti malam yaitu menyantap Puti Kesumba.
Ketika pesta akan dimulai, ayah Puti Kesumba pulang dari berlayar. Perahunya penuh dengan pakaian. Ia pun lewat di dekat tebing itu. Puti Kesumba langsung berteriak ketika ayahnya lewat, “Ayah, Bawalah saya, Ayah!”
 Ayah Puti Kesumba terkejut. Ia mendekatkan perahunya ke tempat Puti Kesumba berada. Dengan cepat ia menyambar Puti Kesumba dan diangkatnya masuk ke dalam perahu. Dengan cepat pula perahu dikayuhnya menjauh dari tempat itu.
Tepat pada saat itu, ular sawah dan teman-temannya datang. Ular sawah melihat Puti Kesumba jauh di hulu sungai. Dia berteriak, “Ayamku lepas…!” Ular sawah undangan pun menjawab, “Kunang! Kunang! Aku makan kepalanya!”  Begitu seterusnya.
Kesepuluh ekor ular sawah yang diundang pun menyerbu ular sawah yang mengundang. Dalam sekejap mata, ular sawah yang mengundang telah mati. Seluruh badannya telah habis dimakan sepuluh ekor ular sawah temannya.
Sementara itu, Puti Kesumba dan ayahnya tiba di rumah kembali. Puti Kesumba mendapati ibunya sedang bergelung di tempat tidur. Badan ibunya kurus kering karena tidak makan sedikit pun. Telah tiga bulan lamanya ibunya menangis tiada henti. Puti pun berlari ke dekat ibunya sambil menangis, “Ibu, Puti pulang, Bu!”
Ibu Puti Kesumba mendekap Puti Kesumba sepuas hati. Sambil menangis mengenang masa-masa lalainya. Sejak saat itu keluarga itu hidup bahagia. Ular sawah yang mereka takuti sudah tiada. (Sumber: buku Cerita Rakyat dari Jambi karangan Amran Tasai)

Bacalah cerita di atas, kemudian jawablah pertanyaan di bawah ini dengan klik jawaban yang benar!