![]() |
![]() |
Teks Cerita Ulasan
Model Teks Ulasan
Perbedaan Struktur Teks Ulasan dengan Teks Diskusi
Setelah kamu memahami struktur teks ulasan, sekarang Kamu dapat membedakan dengan struktur teks diskusi. Coba cermati perbedaan tersebut. Sehingga ketika menemukan sebuah teks, kamu dapat mengetahui jenis teks apa yang sedang kamu baca.
Menyusun Teks Ulasan pada Cerpen
Teks ulasan juga dapat kamu lakukan pada cerita pendek. Bacalah cerpen yang sudah kamu pilih dengan cermat. Kemudian kamu ulas berdasarkan struktur teks ulasan yang terdiri atas orientasi,
tafsiran, evaluasi, dan rangkuman. Di dalam mengulas cerpen, hal penting yang harus kamu perhatikan adalah gambaran umum, ringkasan, serta kelebihan dan kekurangan dari cerpen tersebut.
Hal – hal yang harus kamu perhatikan dalam menyusun teks ulasan cerpen, yaitu:
1. Tema
2. Plot
3. Karakter
4. Latar
5. Sudut pandang
6. Unsur eksentrik
Untuk mengetahui materi ini, silakan klik link di bawah ini
Contoh cerpen:
Kenapa Harus Aku?
Cerpen Karangan: Sovi Putri
Tuhan. Sesungguhnya aku tak ingin kebahagiaan. Tapi, aku butuh kebahagiaan Tuhan, karena Kau
tak akan memberi apa yang kubutuhkan melainkan memberi apa yang ku butuhkan.
Erna hanya termenung memandang kosong pemandangan di depannya sambil menggenggam payung hitam di tangan kanan. Matanya bengkak tapi air matanya masih tak berhenti mengalir di pipi tirusnya. Dia menyesal, mungkin.
Hari itu Nesya, gadis belia berparas manis keturunan indo sahabatnya itu tengah bercerita mengenai pertemuan singkatnya dengan seorang pria. Dia nampak bahagia dan sangat gembira. Mata birunya tak dapat menyembunyikan semerbak bahagia di hatinya. Tapi, setiap kata yang terucap dari bibirnya seakan seperti percahan kaca yang menghujam hati Erna.
“Dia manis banget Er, senyumnya gak bisa bikin gue tidur semaleman. Namanya Alvin, anak sastra.”
Deg! Jantungku berdetak tak karuan. Darahku berdesir, tanganku basah karena keringat. Telingaku mendenging mendengar pernyataan sahabat karibku itu.
“Lo su-suka ama dia?”
“Gak.. Gue gak suka sama dia tapi gue cinta mati. Baru pertama ini gue sebahagia ini.”
Prash..
Hatinya perih. Seperti kaca besar yang menghantam hatinya menjadi serpihan-serpihan kecil yang menempel di hatinya. Serpihan kaca itu semakin menusuk dan semakin dalam. Bibirnya kelu, otaknya seakan tak dapat berputar lagi. Bagaimana bisa? Kenapa harus dia? Itulah pertanyaan yang tersisa di hati dan pikirannya.
“Er! Erna!! Gue dapet senyumnya pagi tadi, ya ampun. Dia manis banget.”
“Hah! Eh.. Oh masa sih? Ketemu di mana?”
“Di parkiran, kayaknya dia habis nganterin ceweknya deh tapi siapa ya? Beruntung banget. Pengen deh jadi dia.”
Jangan nes, jadi dia gak enak.
“G-..gue gak tahu. Oh ya gue duluan. Ada janji sama dosen.”
“Kenapa tuh anak? Gak biasanya kek gitu? Aneh.”
Deg. Ahh! Jantung gue .. Sakit!
Andai, andai saja waktu itu. Kamu menyukainya sebelum aku mengenalnya. Semua tidak akan serumit ini. Nesya, kau sangat baik. Kau gadis paling baik yang pernah ku kenal. Kenapa takdir Tuhan begitu kejam. Aku tak sanggup jika harus melihat air matanya menetes karena aku.
“Dia, makin hari makin ganteng. Kemarin gue ketemu sama dia. Terus gue nanyain kelasnya. Dia sekelas loh sama lo Er.”
Aduh.. Mampus..
“Emm.. Iya emang. Namanya Alvin Cahya. Gue pikir bukan Alvin itu.”
“Emang anak sastra banyak yang namanya Alvin? Eh, kan lo sekelas tuh sama dia. Comblangin gue kek. Pliss Er, lo sahabat gue yang bisa bantu gue ya cuma lo.”
Shhhh.. Tuhan, tolong aku!
“Hah! I-iya nanti aku usahain.” Erna meringis dalam hatinya. Dia bingung, harus bertindak bagaimana? Sungguh, ini sangat menyesakkan dan mendilema.
Tuhan. Aku ingin mati saja. Apa yang harus aku pilih? Semua mempersempit pilihanku. Tidak adakah yang bisa menyelamatkanku? Please God, take me out!
Nesya, semakin hari semakin sering menceritakan tentang Alvin. Dan mendesakku untuk segera memcomblangkannya. Aku hanya diam, meringis dan menahan tangis. Aku memilih untuk berbohong pada Nesya. Tak bercerita tentang sebenarnya siapa Alvin itu. Aku memilih jalan aman. Biarlah, aku sendiri yang merasakan pedih. Jangan mereka, orang-orang yang kusayangi.
Pilihan. Memilih itu hal paling sulit untukku. Setelah aku memilih untuk menempuh jalan aman dengan membohongi Nesya. Ternyata itu salah, ku pikir dia tidak akan merasakan sakit hati yag dalam. Ternyata aku salah, salah besar. Hatinya justru lebih sakit dari hatiku. Tuhan, bagaimana ini? Apakah sekejam ini cobaanmu untukku? Jika benar, cabut saja nyawaku. Agar aku tak merasakan perih yang lebih dalam lagi.
“Kenapa lo gak jujur aja ama gue Er? Lo harusnya bilang kalo Alvin itu cowok lo?”
“Ma-maaf Nes, maaf aku pikir cerita sama kamu itu salah.”
“Salah? Lo pikir gue ini siapa lo? Lo anggap gue apa Er? Gue ini sahabat lo dari dulu. Kenapa lo mesti nyembunyiin status lo dari gue? Hah?”
“Ma-maaf. Aku pikir, dengan gak cerita sama kamu. Seenggaknya kamu gak terluka Nes.”
“Gak terluka? Mana mungkin sih ada orang yang baik-baik aja setelah sahabatnya ngebohongin dia? Gue gak habis pikir sama lo? Lo sama aja gak nganggep gue hidup tahu gak!”
“Sory Nes .. Sory, gue tau gue salah. Tapi saat itu gue bingung. Harus gimana? Gue..”
“Bingung? Seharusnya lo cerita sama gue! Tentang apa yang sebenarnya. Jadi gue gak bakal bikin lo bingung. Kenapa sih Er? Gue pengen bahagia satu kali aja tapi lo ancurin semuanya. Lo seneng lihat gue ancur ya!”
“Stop Nes! Jangan salahin gue terus! Seenggaknya lo mikir! Kenapa gue gak cerita sama lo? Lo aja kali yang gak peka sama gue. Gak pernah peduli sama kehidupan gue? Itu yang namanya sahabat? Hah!”
Aku murka, semua amarahku yang selama ini ku pendam. Meledak di sini, di taman indah tempat favoritku dan Nesya. Biarlah, kali ini aku lelah harus mengalah. Aku mencampakkan kalung yang selama ini sebagai lambang perasahabatanku dengan Nesya. Kemudian aku berlalu ku tinggalkan dia di taman ini dengan kemelut hatinya. Biarlah, kali ini aku benar-benar lelah jika harus mengalah.
Menyesal, aku menyesal Tuhan. Kembalikan aku ke masa itu. Tolong, putarlah waktu menuju kala itu. Aku ingin memperbaikinya Tuhan. Aku ingin merubah keegoisanku. Aku ingin meminta maaf padanya Tuhan. Tolong aku.
Aku merintih, mengiba pada Tuhan dan menangis. Sakit, perih. Hatiku hancur, mendengar dia telah pergi dari hidupku. Selamanya. Tak kusangka, Nesya, gadis cantik periang yang selama ini ku kenal. Memiliki umur sependek ini? Ke mana saja kau ini Erna? Sahabatmu menderita penyakit separah itu kau tak tahu? Sahabat macam apa kau ini? Lantas, kenapa kau mencela Nesya. Saat dia tak tahu perihal asmaramu. Kau begitu murka. Tapi, Nesya dengan setulus hati memaafkanmu. Melalui ungkapan hatinya yang tertulis dalam surat terakhirnya untukmu.
“Gue bodoh Nes, seharusnya gue gak ninggalin lo waktu itu, seharusnya gue gak ngucapin kata-kata yang nyakitin lo. Dan jantung lo shock berat waktu gue nyampakin kalung itu. Gue bodoh Nes, gue bodoh. Maaf nes, maaf. Gue nyesel banget.”
“Gue udah maafin lo Er, suratnya udah kamu bacakan? Isinya udah pasti gue maafin kamu. Sekarang kamu jalanin hidup kamu dan jagain Alvin buat gue.”
“Nesya, makasih Nes. Lo sahabat terbaik buat gue. Gue bakal jaga amanat lo.”
“Udah, jangan ngelamun. Ujannya gede banget, pulang yuk.”
Aku mengangguk. Merasakan hangat di pundakku. Rangkulan hangat itu aku rasakan. Dari seorang pria yang selama ini digilai oleh sahabatku. Sekaligus amanat terakhirnya yang harus ku jaga selamanya. Demi Nesya, sahabatku.